Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Pidana
- Melakukan penangkapan tanpa surat perintah : Dalam melakukan penangkapan terhadap seorang yang diduga sebagai tersangka, petugas kepolisian wajib menunjukan surat perintah penangkapan. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (1) KUHAP, menyatakan “ Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian Negara republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa “ Kendati demikian dalam perkara pencurian tidak diperlukan surat perintah penangkapan. Aparat kepolisian baru membuat surat perintah penangkapan setelah tersangka pelaku tindak pidana pencurian dibawa kekantor kepolisian. Selanjutnya prosedur pemeriksaan terhadap tersangka kasus tindak pidana pencurian dilakukan sesuai dengan KUHAP dengan memperhatikan hak-hak tersangka. Adapun penjelasan tentang prosedur penangkapan adalah sebagai berikut
a.Penyidik dan penyelidik atas perintah kepala berwenang melakukan penangkapan untuk kepentingan penyidikan berdasarkan ketentuan Pasal 1 butir 20, Pasal 5 ayat (1) butir 1, Pasal 7 ayat 1 huruf d, Pasal 11 dan Pasal 16 KUHAP.
b. Penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulan yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 17 KUHAP dengan ketentuan, penangkapan harus sesuai prosedur dan adanya tembusan surat.
c. jangka waku penangkapan palinglama 24 jam (satu hari) sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan bahwa penangkapan sebagai mana dimaksud dalam pasal 17 dapat dilakukan paling lama 24 jam (satu hari)
d. Terhadap pelaku/tersangka pelanggaran tidak diadakan kecuali apabila telah dipanggil secara sah dua kali berturut- turut tidak memenuhi panggilan tanpa alasan yang sah.
e. Berita acara pemeriksaan tersangka harus dibuat, segera setelah penyidik melakukan penangkapan sebagai mana diatur dalam Pasal 8 ayat 1 dan Pasal 75 KUHAP.
2. Penangkapan tanpa surat penangkapan
a. Dalam hal tertangkap tangan, penangkapan dilakukan tanpa surat penangkapan dengan ketentuan bahwa penangkapan harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik yang terdekat.
b. Dalam hal tertangkap tangan, penyelidik tanpa menunggu perintah penyidik, wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan untuk segera diserahkan kepada penyidik disertai berita acara pemeriksaan tentang tindakan yang dilakukan. Hal ini diatur dalam Pasal 102 ayat 2 dan 3 KUHAP.
c. Dalam hal tertangkap tangan, setiap orang berhak melakukan penangkapan, sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketentraman dan keamanan umum wajib menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik. Hal ini diatur dalam Pasal 111 ayat 1 KUHAP.
- Melakukan Kekerasan terhadap tersangka pada sat investigasi
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang merupakan salah satu sumber hukum acara pidana, terdapat suatu asas fundamental yang berkaitan dengan hak-hak tersangka yaitu asas praduga tak bersalah, Asas praduga tak bersalah adalah asas yang menegaskan bahwa sebelum adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap tersangka dianggap tidak bersalah. Didalam proses Pemeriksaan pendahuluan tersangka wajib diperlakukan sebagaimana orang bersalah dan tidak diperkenankan melakukan tindakan kekerasan karena hal ini menyangkut tentang hak asasi manusia.
Dalam hal proses penyidikan terangka mempunyai hak sebagai berikut
a. Hak prioritas penyelesaian perkara
b. Hak persiapan
c. Hakmendapatbantuanhukumsejakpenahanan.
Dalam proses penyidikan dalam hal ini perlindungan hak-hak tersangka, seorang tersangka memperoleh perlindungan hukum sesuai ketentuan yang di atur dalam KUHAP, seperti;
-
Hak mendapat bantuan hukum sejak penahanan.
-
Hak menghubungi penasehat hukum.
-
Adanya pelaksanaan asas praduga tak bersalah
Bambang Tri Bawono,SH,.MH "TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK TERSANGKA DALAM PEMERIKSAAN PENDAHULUAN” (Jurnal Hukum Vol XXVI, No. 2, Agustus 2011)